Senin, 05 September 2011

PATAH

Dunia serasa kiamat, langit runtuh, dan bumi amblas kalau patah hati. Kata Arjuna Si Pencari Cinta, hidup tanpa cinta si doi bagaikan malam tanpa bintang, cinta tanpa sambut bagai panas tanpa hujan. Hidup terasa hampa, kosong dan gamang. Lagu cintapun berubah menjadi lagu patah hati, 'Patah hatiku jadinya / Merana berputus asa / Merindukan dikau yang tiada / Terbayang setiap masa', hiks... hiks... hiks... sedih syekalee...

Hidup emang kadang tak seindah puisi, ataupun syair romantis dalam lagu-lagu cinta. Kesedihan, kegundahan serta isak tangis juga salah satu mata rantai kehidupan yang mungkin saja terjadi. Hati yang ingin merajut masa depan bersama, retak dan hancur menjadi serpihan, laksana butir pasir tersapu gelombang pantai.

Emang, perpisahan dan penolakan dengan apapun alasannya akan membuat hati ini terluka, walaupun dengan kata-kata lembut terucap. "Bukan nolak sih, tapi saya bukan yang terbaik untukmu," atau "Hm... ntar deh pikir-pikir dulu." Kalo ditanya, "Berapa lama mikirnya?" "Ntar ya sampe' purnama menyinari siang." Yee... itu namanya ditolak lagi ! Tapi herannya kok ya masih diharap, seakan seribu pengganti tiada serupa dengan si doi. Gedubrak !!!

Kalo lantas sedih, airmata menggenang di kelopak mata, meluk bantal sambil sesenggukan berhari-hari, mikir 'pingin bunuh diri tapi takut mati' mungkin masih mendingan, lha... kalo beneran? Jatuh cinta emang suka bikin masalah ya? Katanya, kalau berani jatuh cinta harus siap patah hati. Namun gak lantas semua seperti itu, karena ada juga cinta yang selalu terbalaskan, yaitu cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam, dan juga cinta suami istri, suami mencintai istri, istri pun mencintai suami.

Katanya sih waktu yang akan menyembuhkan, namun panjang atau pendek emang tergantung dari kekuatan iman. Bukan lantas 'cinta ditolak mbah dukun bertindak' atau 'khitbah ditolak murobbi dipecat'. Seorang sahabat Nabi, Bilal ketika ia bersama Abu Ruwaihah hendak meminang, beliau berkata, "Saya ini Bilal, dan ini saudaraku. Kami datang untuk meminang, dahulu kami berada dalam kesesatan kemudian Allah memberi petunjuk. Dahulu kami budak-budak belian kemudian Allah memerdekakan. Jika pinangan kami diterima, kami panjatkan ucapan Alhamdulillah dan kalau ditolak maka kami mengucapkan Allahu Akbar."

Gitu tuh contoh dari seorang Bilal bin Rabah, karena itu beliau termasuk salah satu sahabat yang dijamin masuk surga. Masa' sih baru sekali khitbah ditolak, lalu mendadak jadi pujangga "Jodoh engkau dimana, lelah hatiku mencarimu, alangkah tragisnya hidupku, derita tanpa ujung" Piye toh mas-mas...

Bunuh diri -apalagi karena patah hati- itu bukan ajaran Islam. Bahkan, Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam pernah bersabda, "Barangsiapa menjatuhkan diri dari atas gunung kemudian bunuh diri, maka dia berada di neraka, dia akan menjatuhkan diri ke dalam neraka untuk selama-lamanya. Dan barangsiapa minum racun kemudian bunuh diri, maka racunnya itu berada di tangannya kemudian minum di neraka jahanam untuk selama-lamanya. Dan barangsiapa bunuh diri dengan alat tajam, maka alat tajamnya itu di tangannya akan menusuk dia di neraka jahanam untuk selama-lamanya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Seorang ulama Dr. Yusuf Qardhawi pun pernah mengatakan bahwa kehidupan manusia bukan menjadi hak milik pribadi, sebab dia tidak dapat membuat diri, anggota atau sel-selnya. Karena hakekat diri ini hanyalah sebuah titipan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka tidak boleh diabaikan, dimusuhi apalagi melepaskannya dari kehidupan.

Biasanya, seseorang melakukan bunuh diri karena keadaan yang sangat tertekan, atau terbelit depresi, sering menangis, murung, impulsif, menganiaya diri sendiri atau merasa kesepian, termasuk ciri-cirinya. Mas Kelik, mahasiswa pasca sarjana Division of Behavioral Science, Chiba University-Japan, mengatakan peran keluarga sebagai pengikat hubungan hati sangat berpengaruh dalam pola pikir seseorang. Pada saat ikatan ini telah hilang, maka kelompok-kelompok pergaulan menjadi sebuah pelarian, sebagai usaha untuk menemukan jati diri mereka. Akhirnya terbentuklah akar pola tingkah laku dari sosialisasi tersebut. Apa yang ada pada kelompok tersebut laksana suatu 'kebenaran' yang tak dapat diganggu-gugat. Saat 'kebenaran' menyatakan bahwa solusi dari depresi -salah satunya karena patah hati- adalah bunuh diri, maka itulah yang dilakukan.

Jadi kesimpulannya, 'bunuh diri siapa (gak) takut?' Dunia ini tidaklah selebar daun kelor, apa yang menurut pandangan kita baik belum tentu dipandangan Sang Pemilik Jiwa pun baik, demikian juga sebaliknya. Bunuh diri yang mungkin dipandang sebagai suatu 'pembenaran' ternyata di pandangan Allah Subhanahu wa Ta'ala pelakunya akan ditempatkan di neraka jahanam. Padankah diri ini dengan saudara-saudara kita di Palestina yang telah mempersembahkan jiwa, kerelaan serta keikhlasan hati mereka untuk menggetarkan musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan menjual dirinya demi keinginan memeluk kesyahidan? Sungguh... sungguh amat berbeda orang yang membunuh dirinya untuk kepentingan pribadi, dengan pejuang-pejuang untuk kemuliaan Islam. Bahkan shuhadaa' ini janganlah disangka mati, mereka itu hidup di sisi-Nya dengan mendapat rezeki [Al Imran 3:169].

Akhi wa ukhti fillah,
Daripada menyesali sesuatu yang telah terjadi, lebih baik isi hidup ini dengan gerak langkah serta helaan nafas ibadah kepada-Nya. Masih banyak yang lebih menderita dari kita, dan tak terhitung anugerah yang telah dan yang akan Ia berikan kepada kita, karena itu jauhi bunuh diri. Sayangi jiwa, kalaulah goresan itu pernah menyayat hati balurlah dengan tausyiah Illahi.

Bukankah hidup ini pun masih indah dengan banyak sahabat-sahabat tercinta, orangtua terkasih yang selalu melimpahkan sayang tanpa ujung kepada kita dan Sang Pemilik Jiwa yang penuh dengan cintanya. Serta masih banyak kebaikan yang bisa kita lakukan kepada orang lain hingga kita tiba pada umur yang emang telah ditentukan-Nya, bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain? Manfaatkan umur yang sedikit ini, masih banyak kewajiban di depan mata yang belum terselesaikan, dan itu lebih sangat berharga daripada hanya merenung serta menyesali diri, seperti pesan Hasan Al Banna, "The duty is more than time that we have."

Wallahua'lam bi showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar