1. Rasulullah Saw bersabda : “Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Dari Ibnu Mas’ud ra Rasulullah Saw bersabda : “Siapa yang dikatakan paling kuat diantara kalian? Sahabat menjawab : yaitu diantara kami yang paling kuat gulatnya. Beliau bersabda : “Bukan begitu, tetapi dia adalah yang paling kuat mengendalikan nafsunya ketika marah.” (HR. Muslim)
3. Al Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Anas Al Juba’i , bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa yang mampu menahan marahnya padahal dia mampu menyalurkannya, maka Allah menyeru pada hari kiamat dari atas khalayak makhluk sampai disuruh memilih bidadari mana yang mereka mau.” (HR. Ahmad dengan sanad hasan)
4. Al Imam Ahmad juga meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Tidaklah hamba meneguk tegukan yang lebih utama di sisi Allah Swt, dari meneguk kemarahan karena mengharap wajah Allah Swt.” (Hadits shahih riwayat Ahmad)
5. Al Imam Abu Dawud rahimahullah mengeluarkan hadits secara makna dari shahabat Nabi, bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Tidaklah seorang hamba menahan kemarahan karena Allah Swt kecuali Allah Swt akan memenuhi baginya keamanan dan keimanan.” (HR. Abu Dawud dengan sanad Hasan)
6. “Dari Abu Hurairah ra, bahwa seseorang berkata kepada Nabi Saw : berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda : “jangan menjadi seorang pemarah”. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda : “janganlah menjadi orang pemarah” (HR. Bukhari) .
Rasulullah Saw tidak pernah marah jika celaan hanya tertuju pada pribadinya dan beliau sangat marah ketika melihat atau mendengar sesuatu yang dibenci Allah, maka beliau tidak diam, beliau marah dan berbicara. Ketika Nabi Saw melihat kelambu rumah Aisyah ada gambar makhluk hidupnya (yaitu gambar kuda bersayap) maka merah wajah Beliau dan bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah orang membuat gambar seperti gambar ini.” (HR. Bukhari Muslim).
Al Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits Anas ra : “Anas membantu rumah tangga Rasulullah Saw selama 10 tahun, maka tidak pernah beliau berkata kepada Anas : “ah”, sama sekali. Beliau tidak berkata terhadap apa yang dikerjakan Anas : “mengapa kamu berbuat ini.” Dan terhadap apa yang tidak dikerjakan Anas,”Tidakkah kamu berbuat begini.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Begitulah keadaan beliau senantiasa berada diatas kebenaran baik ketika marah maupun ketika dalam keadaan ridha/tidak marah. Dan demikianlah semestinya setiap kita selalu diatas kebenaran ketika ridha dan ketika marah. Rasulullah Saw bersabda : “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu berbicara yang benar ketika marah dan ridha.” (Hadits shahih riwayat Nasa’i).
Dr, Aidh bin Abdullah Al-Qarni M.A mengatakan, Berhati-hatilah terhadap keributan, karena ia sangat melelahkan. Jauhilah sikap mencerca dan mencela, karena ia sangat menyiksa.
Setelah kita mengetahui keutamaan menahan marah, seperti yang diuraikan diatas, sekarang coba kita tanyakan dengan jujur pada diri kita sendiri, bagaimana kita kalau sedang marah selama ini? Apakah kita mampu menahan marah? Atau apakah saat marah kita tetap mampu menahan dan mengendalikan amarah kita hingga tidak berlebihan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar