Kisah Ke 7
Seseorang telah datang kepada Abdullah bin Ja'far r.huma. dan membaca dua bait syair:
Kebaikan dan perbuatan baik akan menjadi suatu kebaikan bila diberikan kepada orang yang patut menerimanyaBerbuat baik kepada orang- orang yang bodoh tidaklah patutSeandainya ingin berbuat baik kepada seseorang, hendaknya ikhlas semata-mata karena Allah swt. (sehingga dapat berbuat baik kepada sesama, bahkan orang-orang kafir maupun hewan-hewan pun pantas untuk menerimanya).Atau engkau berbuat baik kepada keluargamu ( karena hak kekerabatan mempunyai kedudukan yang lebih utama sebagai orang yang berhak atas pemberianmu ).Dan jika kedua masalah ini tidak didapatkan, maka janganlah kamu berbuat baik kepada orang-orang yang bodoh, yang tidak pantas menerima pemberianmu.
Di dalam syair ini, kata-kata tersebut ditujukan kepada Abdullah bin Ja'far r.huma. karena kedermawanannya laksana hujan yang menyirami orang yang memerlukan dan yang tidak memerlukan. Setelah mendengar syair ini, Abdullah bin Ja'far r.huma. berkata, "Syair ini membuat orang menjadi bakhil. Aku lebih suka mencurahkan kebaikan-kebaikanku kepada siapa saja laksana hujan yang mencurahi semuanya. Jika sedekahku sampai kepada orang yang mulia dan patut untuk menerimanya, maka yang demikian itu lebih baik dan bagus, karena mereka berhak menerimanya. Dan jika sedekahku diterima oleh orang yang tidak berhak menerimanya, maka aku menyalahkan diriku sendiri karena memiliki uang yang hanya layak untuk diberikan kepada orang yang tidak pantas dan tidak bersyukur." ( Kitab Ihya” )
Kata-kata tersebut diucapkan oleh Abdullah r.a. dengan penuh tawadhu'. Ia merasa bahwa hartanya tidak bernilai dan hanya layak untuk orang-orang yang tidak pantas saja.
Kisah Ke 8
Pada suatu ketika, Munkadir rah.a. datang kepada Aisyah r.ha. untuk mengutarakan keperluannya yang sangat mendesak, yakni untuk meminta bantuan dalam masalah keuangan. Aisyah r.ha. berkata, "Maaf, pada saat ini saya tidak mempunyai apa-apa. Seandainya saya mempunyai sepuluh ribu dirham, semuanya tentu akan saya berikan kepadamu. Akan tetapi sekarang ini saya tidak mempunyai apa-apa." Kemudian Munkadir rah.a. pulang. Tetapi tidak lama kemudian, datanglah Khalid bin Asad r.a. memberi hadiah uang sebesar sepuluh ribu dinar atau dirham kepada Aisyah r.ha.. Aisyah r.ha. berkata, "Saya sedang diuji dengan ucapan saya kepada Munkadir." Kemudian ia segera mengirimkan seluruh uang yang diterimanya itu kepada Munkadir rah.a.. Dengan seribu dirham uang pemberian Aisyah r.ha. itu, Munkadir rah.a. membeli seorang hamba sahaya perempuan yang kemudian dinikahinya. Dari pernikahannya, ia mendapatkan tiga orang anak, yakni Muhammad, Abu Bakar, dan Umar. Ketiga orang tersebut terkenal keshalihannya di kota Madinah Munawwarah. ( Kitab Tahdzibut-Tahdzib ). Sudah barang tentu Aisyah r.ha. memperoleh bagian segala keutamaan dari ketiga anak tersebut. Dialah penyebab lahirnya ketiga anak itu. Kisah kedermawanan Aisyah r.ha. banyak sekali diceritakan, sebagaimana kisah kedermawanan ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. yang sangat terkenal. Kami telah menceritakan sebuah kisah dalam kitab Hikayatush-Shahabah, di mana ia telah membagi-bagikan dua kantong penuh berisi uang, yang berjumlah lebih dari seratus ribu dirham untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin tanpa meninggalkan satu dirham pun, padahal ia memerlukannya untuk berbuka puasa. Kisah semacam ini juga terdapat dalam riwayat lain yang menyebutkan besarnya uang dalam kantong yang diberikan kepada fakir miskin sebesar 180.000 dirham. Tamim bin Urwah r.a. berkata, "Pada suatu ketika, saya melihat Aisyah r.ha., bibi ayah saya, membagi-bagikan uang sebanyak 70.000 dirham, padahal pada saat itu ia mengenakan pakaian yang bertambal." ( Kitab Ithaf )
Rombongan engkaulah yg ditunggu umat saat ini untuk memberi nasehat kepadax
BalasHapusRombongan engkaulah yg ditunggu umat saat ini untuk memberi nasehat kepadax
BalasHapus