BAGAIMANA HUKUMNYA SHALAT BERJEMAAH DI MESJID BAGI WANITA
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Terdapat Khilafiyah mengenai boleh tidaknya wanita shalat berjamaah di masjid. Pertama, melarangnya (makruh), seperti Ulama Muta’akhir Hanafiyah. Ini untuk wanita tua dan muda, dengan alasan zaman telah rusak.
Kedua, Membolehkannya (khususnya wanita tua), seperti Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, dengan dalil hadits-hadits. (Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adilatuhu, 2/322, Fatawa Al Azhar, 1 / 20 ).
Yang rajih menurut kami pendapat kedua. Ibnu Qudamah menyatakan kemubahannya dengan dalil: dahulu para wanita telah shalat berjamah bersama Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam. (Ibnu Qudamah, Al Mughni, 2 / 442, Mahmud ‘Uwaidhah, Al Jami’li Ahkam Ash Shalah, 2 / 473).
Namun kebolehan itu diikat dua syarat. Pertama, Ada izin dari suami atau wali (jika belum nikah). Dalilnya Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam: “Jika isteri-isterimu meminta izin ke masjid-masjid, maka izinkanlah mereka.” (HR. Muslim, Bukhari, Ahmad, dan Ibn Hibban).
Kedua, Tak memakai wangi-wangian atau semisalnya yang dapat menimbulkan mafsadat bagi wanita. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam: “Janganlah kamu melarang wanita-wanita hamba Allah pergi ke masjid-masjid Allah, tetapi hendaklah mereka keluar tanpa wangi-wangian.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibn Khuzaimah, Darimi, dan Baihaqi).
Jadi, jika wanita keluar tanpa izin suami / wali, hukumnya haram. (As Sayyid Al Bakri, I’anah Ath Thalibin, 2 / 5). Namun disunnahkan suami / wali memberikan izin. (Imam Nawawi, Al Majmu’, 4 / 199).
Jika wanita pergi ke masjid dengan wangi-wangian, hukumnya haram. Ibn Hazm menyebutkan jika wanita keluar berjamaah di masjid dengan berhias atau memakai wangi-wangian, mereka bermaksiat kepada Allah. (Ibnu Hazm, Al Muhalla, 4 / 198).
Mana yang lebih utama bagi wanita, shalat di masjid atau di rumah? Ada dua pendapat. Pertama, Yang lebih utama shalat di rumah, baik shalat sendiri (munfarid) atau shalat jamaah. Ini pendapat Ibnu Qudamah (Al Mughni, 3 / 443).
Kedua, Yang lebih utama shalat di rumah, jika shalatnya jamaah, bukan shalat sendiri. Ini pendapat Ibnu Hazm (Al Muhalla, 4 / 197) dan Ulama Syafi’iyah seperti Imam Nawawi. (Al Majmu’, 4 / 198).
Kedua pendapat itu dalilnya Sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi Wasallam; “Janganlah kamu melarang isteri-isterimu ke masjid-masjid, dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Thabrani).
Pendapat pertama mengambil keumuman lafal “ Dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka” (Wa buyutuhunna khair lahunna)”. Sedang pendapat kedua tidak memberlakukan hadists itu secara umum, namun mengkhususkan hanya shalat jamaah, bukan shalat munfarid.
Jadi pendapat kedua ini menjama’ (menggabungkan) hadits itu dengan hadits keutamaan shalat jamaah, yaitu Sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi Wasallam: “Shalat jamaah lebih utama daripada shalat sendiri dengan 27 derajat.” (Bukhari no 609, Muslim no 1038).
Menurut kami, pendapat kedua lebih rajih, karena telah mengamalkan dua dalil, sedang pendapat pertama hanya mengamalkan satu dalil. Kaidah ushuliyyah menyebutkan: “Mengamalkan dua dalil adalah lebih utama daripada meninggalkan satu dalil secara keseluruhan.” (An nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyah, 3 / 492).
Kesimpulannya, hukumnya mubah bagi wanita shalat berjamaah di masjid, dengan syarat ada izin dari suami / wali dan tak memakai wangi-wangian. Yang lebih utama bagi wanita adalah shalat di rumah, jika shalatnya shalat jamaah, bukan shalat sendiri.
Fadhilah (Keutamaan) Shalat berjama’ah sebagai berikut:
Pertama: Shalat Jama’ah Memiliki Pahala yang Berlipat daripada Shalat Sendiria
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim. [Bukhari: 15-Kitab Al Jama’ah wal Imamah, 1-Bab Kewajiban Shalat Jama’ah. Muslim: 6-Kitab Al Masajid, 43-Bab Keutamaan Shalat Jama’ah dan Penjelasan Mengenai Hukuman Keras Apabila Seseorang Meninggalkannya).
Dari Abu Sa’id Al Khudri, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلاَةُ فِى جَمَاعَةٍ تَعْدِلُ خَمْسًا وَعِشْرِينَ صَلاَةً فَإِذَا صَلاَّهَا فِى فَلاَةٍ فَأَتَمَّ رُكُوعَهَا وَسُجُودَهَا بَلَغَتْ خَمْسِينَ صَلاَةً
“Shalat jama’ah itu senilai dengan 25 shalat. Jika seseorang mengerjakan shalat ketika dia bersafar, lalu dia menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, maka shalatnya tersebut bisa mencapai pahala 50 shalat.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini Shahih).
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Kadang keutamaan shalat jama’ah disebutkan sebanyak 27 derajat, kadang pula disebut 25 kali lipat, dan kadang juga disebut 25 bagian. Ini semua menunjukkan berlipatnya pahala shalat jama’ah dibanding dengan shalat sendirian dengan kelipatan sebagaimana yang disebutkan.” (Syarh Shohih Al Bukhari li Ibni Baththol, 2/271, Maktabah Ar Rusyd).
Ke Dua: Dengan Shalat Jama’ah Akan Mendapat Pengampunan Dosa
Dari ‘Utsman bin ‘Affan, beliau berkata bahwa saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ فَصَلاَّهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِى الْمَسْجِدِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَهُ
“Barangsiapa berwudhu untuk shalat, lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian dia berjalan untuk menunaikan shalat wajib yaitu dia melaksanakan shalat bersama manusia atau bersama jama’ah atau melaksanakan shalat di masjid, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim. [Muslim: 3-Kitab Ath Thoharoh, 4-Bab Keutamaan Wudhu dan Shalat Sesudahnya]).
Ke Tiga: Setiap Langkah Menuju Masjid untuk Melaksanakan Shalat Jama’ah akan Meninggikan Derajatnya dan Menghapuskan Dosa; juga Ketika Menunggu Shalat, Malaikat Akan Senantiasa Mendo’akannya
Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الرَّجُلِ فِى جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ وَصَلاَتِهِ فِى سُوقِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لاَ يَنْهَزُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ لاَ يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ فَلَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى الصَّلاَةِ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ هِىَ تَحْبِسُهُ وَالْمَلاَئِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ
“Shalat seseorang dalam jama’ah memiliki nilai lebih 20 sekian derajat daripada shalat seseorang di rumahnya, juga melebihi shalatnya di pasar. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara mereka berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian mendatangi masjid, tidaklah mendorong melakukan hal ini selain untuk melaksanakan shalat; maka salah satu langkahnya akan meninggikan derajatnya, sedangkan langkah lainnya akan menghapuskan kesalahannya. Ganjaran ini semua diperoleh sampai dia memasuki masjid. Jika dia memasuki masjid, dia berarti dalam keadaan shalat selama dia menunggu shalat. Malaikat pun akan mendo’akan salah seorang di antara mereka selama dia berada di tempat dia shalat. Malaikat tersebut nantinya akan mengatakan: Ya Allah, rahmatilah dia. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, terimalah taubatnya. Hal ini akan berlangsung selama dia tidak menyakiti orang lain (dengan perkataan atau perbuatannya) dan selama dia dalam keadaan tidak berhadats. ” (HR. Bukhari dan Muslim. [Bukhari: 15-Kitab Al Jama’ah wal Imamah, 1-Bab Wajibnya Shalat Jama’ah. Muslim: 6-Kitab Al Masajid, 50-Bab Keutamaan Shalat Jama’ah dan Keutamaan Menunggu Shalat]).
Ke Empat: Melaksanakan Shalat Jama’ah Berarti Menjalankan Sunnah Nabi, Meninggalkannya Berarti Meninggalkan Sunnahnya
Terdapat sebuah atsar dari dari ‘Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِى بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّى هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِى بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ
“Barangsiapa yang ingin bergembira ketika berjumpa dengan Allah besok dalam keadaan muslim, maka jagalah shalat ini (yakni shalat jama’ah) ketika diseru untuk menghadirinya. Karena Allah telah mensyari’atkan bagi nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam sunanul huda (petunjuk Nabi). Dan shalat jama’ah termasuk sunanul huda (petunjuk Nabi). Seandainya kalian shalat di rumah kalian, sebagaimana orang yang menganggap remeh dengan shalat di rumahnya, maka ini berarti kalian telah meninggalkan sunnah (ajaran) Nabi kalian. Seandainya kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian, niscaya kalian akan sesat (tidak mendapat petunjuk).” (HR. Muslim. [Muslim: 6-Kitab Al Masajid, 45-Bab Shalat Jama’ah adalah Sunanul Huda]).
Ibnu ‘Allan Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika kalian melaksanakan shalat di rumah kalian yaitu melaksanakan shalat wajib sendirian atau melaksanakan shalat jama’ah namun di rumah (bukan di masjid) sehingga tidak nampaklah syi’ar Islam, sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang yang betul-betul meremehkannya ... , maka kalian berarti telah meninggalkan ajaran Nabi kalian yang memerintahkan untuk menampakkan syi’ar shalat berjama’ah. Jika kalian melakukan seperti ini, niscaya kalian akan sesat. Sesat adalah lawan dari mendapat petunjuk.” (Dalil Al Falihin Li Thuruqi Riyadhis Sholihin, 6/402, Asy Syamilah).
Catatan: Ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat jama’ah ini ditujukan bagi kaum pria (tanpa memiliki udzur secara Syar'i), tapi sedangkan Wanita lebih utama shalat di rumahnya berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin (tentu bisa dibaca: Ijma’ kaum Muslimin).
Semoga dengan risalah yang singkat ini, dapat mendorong kita untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid. Semoga masjid-masjid kaum muslimin dapat terisi terus dengan banyaknya Jama’ah.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar