Pembayaran Utang Bagi Mereka Yg Belum Mampu Membayarnya
PEMBAYARAN HUTANG BAGI MEREKA
YANG BELUM MAMPU MEMBAYARNYA
٨٦ – مَنْ اَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ قَبْلَ اَنْ يَحِلَّ الدَّيْنُ فَاِذَا حَلَّ الدَّيْنُ فَاَنْظَرَهُ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَيْهِ صَدَقَةٌ .
“Orang yang menangguhkan pembayaran hutang orang yang belum mampu membayarnya, maka sebelum masa pembayaran itu tiba, setiap hari merupakan sedekah baginya. Dan jika masa pembayaran telah tiba, lalu ia memberi tangguh, maka setiap harinya merupakan sedekahnya dua kali lipat.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (5/360) dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya yang menceritakan, “Saya mendengar Rasulullah r bersabda:
“Orang yang memberi tangguh pembayaran hutang kepada orang yang belum mampu membayarnya, maka dia dianggap bersedekah dengan jumlah hutang itu setiap harinya. Perawi berkata, “Kemudian saya juga mendengar beliau juga bersabda: “Orang yang memberi tangguh pembayaran hutang kepada orang yang belum mampu membayarnya, maka ia dianggap bersedekah dengan jumlah hutang itu setiap harinya.” Saya bertanya. “Wahai Rasul, Engaku bersabda: “Orang yang memberi tangguh pembayaran hutang kepada orang yang belum mampu membayarnya maka ia dianggap bersedekah dengan jumlah hutang itu setiap harinya.” Kemudian saya mendengar Engaku bersabda: “Orang yang memberi tangguh pembayaran hutang kepada orang yang belum mampu membayarnya maka ia dianggap bersedekah dengan jumlah hutang itu setiap harinya.” Beliau bersabda: “Orang itu akan mendapatkan pahala sedekah sejumlah hutang itu setiap harinya sebelum masa pembayarannya tiba. Tetapi jika masa pembayarannya sudah tiba dan ia masih memberi tangguh, maka ia mendapatkan pahala bersedekah dengan dua kali dari jumlah hutanga itu setiap harinya.”
Saya berpendapat: “Sanad hadits ini shahih dan semua perawinya tsiqah serta dipakai hujjah di dalam shahih Muslim.
Di dalam kitab Al-Mustadrak (2/29) saya juga melihat hadits tersebut. Dalam kitab tersebut, selanjutnya disebutkan: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Bukhari-Muslim.” Sementara itu Adz-Dzahabi sependapat dengan penilaian ini. Akan tetapi ia menambahkan: “Adalah benar bahwa Sulaiman itu tidak pernah diambil haditsnya oleh Imam Bukhari. Sedang yang diambil haditsnya oleh Buhkari Muslim adalah saudaranya, yaitu Abdullah bin Buraidah.
Muhammad Nasiruddin Al-Albani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar