Rabu, 02 November 2011

Jamaah Tablig Menelantarkan Keluarga...!

Jamaah tabligh menelantarkan keluarga

oleh Mahodum Hsb pada 03 November 2011 jam 11:20

Orang mengira ketika seorang ayah atau suami pergi di jalan Allah maka mereka sudah di cap sebagai orang yang menterlantarkan keluarga. Padahal kalau kita lihat perjalanan Nabi Ibrahim AS yang meninggalkan anak dan istrinya tanpa bekal di padang pasir atas perintah Allah, Apakah itu termasuk menterlantarkan keluarga ? ...Apakah Ibrahim AS dzolim kepada keluarganya ? Apakah Allah dzolim memerintahkan Ibrahim AS meninggalkan keluarganya di padang pasir ? tentu tidak. Semuanya itu dilakukan atas perintah Allah dan dibalik perintah Allah pasti ada kejayaan dan kesuksesan. Perginya suami atau seorang ayah ini di jalan Allah inipun demi menjalankan perintah Allah yaitu Dakwah  Illallah, mengajak manusia taat kepada Allah.

Asbab menjalankan perintah Allah ini keyakinan Ibrahim AS beserta anak dan istrinya terperbaiki bahwa Allah lah yang memelihara mereka. Sang istripun asbab demikian menjadi semakin yakin bahwa Allahlah yang memelihara mereka di padang pasir. Di padang Pasir yang kering kerontang dia bertanya kepada sang suami ketika Ibrahim AS hendak meninggalkan mereka di padang pasir, “Apakah ini perintah Allah ?” Ibrahim AS hanya menganggukkan kepalanya, dan Siti Hajar AS langsung meyakininya bahwa Allah tidak akan mungkin menterlantarkan mereka. Di padang pasir yang tidak ada apa-apa dan tidak ada suami yang menolong, di situlah Siti Hajar AS mendapatkan keyakinan yang benar kepada Allah Ta’ala. Bagaimana dengan keyakinan Ismail AS, asbab pendidikan agama yang diterima dari ibunya, maka Ismailpun mempunyai keyakinan yang lurus kepada Allah SWT. Bagaimana keyakinan Ismail AS yang terbentuk melalui tarbiyah Allah ketika Allah meminta ayahnya meninggalkannya di padang pasir dan didikan ibunya selama pertumbuhannya tanpa seorang ayah. Ketika Ismail AS mengetahui bahwa ayahnya mendapatkan perintah dari Allah Ta’ala untuk menyembelih dirinya maka ismail AS yang masih kecil ini tetap menerimanya dengan ikhlas.

Begitu pula dalam perjalanan kisah Nabi Musa AS. Suatu ketika istri Musa AS sedang sakit dan kedinginan, Musa AS yang biasa menyalakan api dengan kayu agar dapat memberikan kehangatan buat istrinya, kali ini apinya tidak menyala. Lalu Allah nampakkan kepada Musa AS api yang menyala dari bukit Thursina. Demi istrinya, Musa AS, sama seperti kita rela bersusah-susah pergi jauh-jauh untuk mencarikan obat buat istrinya yang sedang kedinginan.  Ketika sampai di bukit Thur, Api yang dilihatnya ternyata tidak ada. Disini Musa AS hendak ditarbiyah oleh Allah Ta’ala, bahwa tidak perlu api untuk menghangatkan, atau makanan untuk mengenyangkan, atau air untuk menghilangkan haus, karena semua itu manfaat dan mudharatnya atas izin dari Allah. Itulah yang Allah Ta’ala ajarkan kepada Musa AS ketika tongkatnya menjadi ular lalu menjadi tongkat kembali atas perintah dari Allah Ta’ala. Memang secara logika perintah Allah tidak masuk diakal, ini karena Allah sembunyikan QudratNya dibalik perintahNya. Namun untuk menyempurnakan Iman dan Yakin ini perlu pengorbanan dengan jiwa dan harta. Maka walaupun Musa AS masih dalam keadaan belum sempurna keyakinannya, Allah tetap perintahkan Musa AS untuk pergi Dakwah kepada Firaun. Siapa itu Firaun yaitu Ahli Dunia yang mengaku sebagai Tuhan karena merasa mampu melakukan segala-galanya.

Disitu Musa AS harus membuat keputusan, antara menemani istri yang sedang sakit dan kedinginan, atau menunaikan perintah Allah. Istri jelas-jelas sedang sakit tetapi Allah malah menyuruh Musa AS untuk meninggalkan istrinya pergi di jalan Allah. Perintah Allah ini sangat bertentangan dengan Nafsu Musa AS ketika itu. Ada masalah tetapi malah disuruh pergi di jalan Allah. Musa AS bertanya kepada Allah bagaimana dengan istrinya lalu Allah perintahkan Musa AS untuk memukul batu dengan kayunya. Setalah tiga kali memukul hingga batu itu pecah menjadi batu yang lebih kecil didapati oleh Musa AS, seekor ulat yang sedang memuji Allah karena Allah tidak melupakan Rizkinya. Ulat dalam batupun masih dalam pemeliharaan Allah. Lalu Musa berkata bahwa Firaun mempunyai Bala Pasukan yang banyak, dan ia meminta Harun diangkat sebagai Nabi sebagai teman yang membantunya.  Allah berkata mahfum kepada Musa AS untuk tidak takut karena “Aku bersama Engkau”. Namun karena Musa AS memberikan alasan agar Harun AS dapat membantunya dalam menyampaikan Dakwah kepada Firaun, akhirnya do’a Musa AS ini diterima. Walaupun dalam kondisi yang sangat sulit, Musa AS nafikan Nafsunya dan buat keputusan untuk ikuti maunya Allah, keluar ke negeri jauh. Tidak ada Musyawarah dengan istri bahkan ia meninggalkan istri dalam keadaan sakit. Jadi apa yang di korbankan Musa ketika itu, ada 3 perkara :

1.  Mal atau Harta : Berupa domba2nya dan tempat tinggalnya
2.  Hal atau Keadaan : Tanggung jawab kepada istri yang sedang sakit
3.  Al atau Keluarga   : Istri  yang dicintai

Inilah Pengorbanan Musa AS demi perintah Allah, dia nafikan  (acuhkan) keadaannya dan hanya membenarkan perintah Allah. Hari ini kita logikan perintah Allah, sehingga kita bisa mudah mengikuti Nafsu kita. Istri dan Anak belum diberi uang belum bisa berangkat. Dikira kita ini yang menghidupkan dan memberi makan mereka sehingga perintah Allah kita logikan. Jaga anak dan istri kan perintah juga, nanti kalau sudah siap baru saya berangkat. Siapnya kita ini adalah menurut Nafsu beda dengan siapnya Musa AS. Ini karena kita belum mengambil keputusan, sehingga perintah Allah ini belum bisa kita kerjakan secara sempurna.

Begitu juga pendidikan yang diterima oleh para Sahabat RA. Bagaimana Abu Bakar RA tidak meninggalkan harta sedikitpun untuk keluarga ketika pergi di jalan Allah. Semua sahabat ketika takaza jihad atau dakwah datang maka mereka meninggalkan semua perkara yang mereka cintai untuk memenuhi panggilan agama. Sehingga kita menemukan banyak makam sahabat di luar negeri seperti Saad bin Abi Waqqash RA di China, Abu Ayub Al Anshari di Turkey, Tariq bin Ziyad RA di Spanyol, dll.  Kalau sahabat kerjanya hanya memikirkan keluarga saja maka islam tidak akan mungkin tersebar keseluruh dunia, dan kita mungkin masih menjadi orang penyembah berhala. Hari ini banyak orang yang marah asbab melihat mereka yang pergi meninggalkan keluarga untuk pergi di jalan Allah. Sedangkan hari ini kalau kita bicarakan orang yang meninggalkan anak istrinya demi kepentingan dunia tidak ada yang ambil pusing atau protes. Tetapi orang yang meninggalkan anak istrinya demi perbaikan agamanya banyak yang protes dan tidak terima. Berapa banyak hari ini perempuan lagi bukan laki-laki yang meninggalkan keluarganya untuk kerja di luar negeri ? apa ada yang protes ? berapa banyak keluarga yang ditinggal ayahnya atau suaminya ke luar negeri karena dinas atau belajar di universitas mengambil gelarnya ? apakah ada yang tidak terima ? padahal ini semua hanya demi kepentingan dunia saja. Sedangkan ketika di jalan Allah ini yang jemaah kerjakan adalah demi kepentingan agama, akherat, ummat, dan keluarganya.

2 komentar:

  1. Perintah keluar tertib 3 hr, 10 hari, dan 4 bulan pakai dalil apa mas

    BalasHapus
  2. Perintah keluar tertib 3 hr, 10 hari, dan 4 bulan pakai dalil apa mas

    BalasHapus