Ini jamak terjadi di seluruh dunia, ketika politisi
dan pemimpin yang mengaku "wakil rakyat" bergaya hidup mewah, jauh dari
mereka yang diwakili. Tapi ada perkecualian di Uruguay. Di mana seorang
presiden memilih tinggal di peternakan bobrok, alih-alih di istana
megah.
Inilah pemandangan di tempat tinggal Presiden Uruguay, Jose Mujica:
pakaian yang dijemur di bawah matahari, air yang ditimba dari sumur,
rumput dan ilalang yang tumbuh di sana sini. Hanya ada dua petugas
polisi yang berjaga di luar, serta Manuela, seekor anjing berkaki tiga.
Gaya hidupnya jauh berbeda dari kebanyakan kepala negara.
Mujica memilih tinggal di peternakan milik istrinya, di tepi jalanan
berdebu, di luar ibukota Montevideo. Gaya hidupnya yang tak biasa dan
fakta ia memberikan 90 persen gajinya untuk amal, setara US$12.000 atau
Rp115,5 juta, membuatnya dijuluki "presiden paling miskin di dunia".
Orang mungkin heran dengan cara hidupnya, tapi bagi Mujica, ini
adalah pilihan. Penghasilan yang ia ambil hanya US$775 atau Rp7,45 juta,
setara dengan penghasilan rata-rata rakyatnya. Harta pribadi yang ia
laporkan US$1.800 atau Rp17,3 juta, senilai satu-satunya mobil yang
dimiliki, Volkswagen Beetle keluaran 1987.
Pelajaran masa lalu
Mujica terpilih sebagai presiden tahun 2009 lalu. Pada tahun
1960-1970-an, ia menjadi bagian dari pasukan gerilyawan Tumaparos,
milisi berhaluan kiri yang terinspirasi revolusi Kuba.
Selama itu, Mujica enam kali ditembak, menghabiskan 14 tahun hidupnya
di penjara. Kebanyakan ia ditahan di lingkungan yang keras dan
terisolasi, sampai akhirnya dibebaskan pada tahun 1985, saat Uruguay
kembali demokratis.
Ditahan selama bertahun-tahun mengubah pola pikirnya. "Aku disebut
sebagai presiden termiskin", tapi aku tak merasa miskin," kata dia.
"Menurutku yang pantas disebut miskin adalah mereka yang bekerja keras
hanya untuk mempertahankan gaya hidup mewah. Selalu menginginkan lebih
dan lebih."
"Ini hanya soal pilihan. Jika tak punya banyak harta, Anda tak perlu
bekerja keras seumur hidup, seperti budak, hanya untuk
mempertahankannya."
Mujica menyampaikan hal senada saat berbicara pada KTT Rio+20 Juni
lalu. Menyindir pembangunan berkelanjutan yang meniru model pembangunan
dan konsumsi di negara kaya. "Saya bertanya pada Anda semua: apa yang
akan terjadi pada planet ini, jika pada Suku Indian, misalnya, di
terapkan proporsi mobil per rumah tangga seperti di Jerman Berapa
oksigen yang masih tersisa untuk kita hirup," kata dia.
Dia menegaskan, sumber data planet ini tak akan cukup untuk memenuhi
kebutuhan 7 sampai 8 miliar penduduknya jika level konsumsi
disamaratakan.
Kritik
Meski gaya hidup Mujica mendapat pujian dan simpati, ia tak lantas kebal terhadap risiko perjalanan politik yang naik turun.
Oposisi melancarkan kritik, pemerintahannya dianggap tak berhasil
meningkatkan kesejahteraan ekonomi, belum mampu meningkatkan pelayanan
publik terutama bidang kesehatan dan pendidikan. Dan, untuk kali
pertamanya pasca terpilih sebagai presiden 2009 lalu, popularitasnya
melorot tajam, di bawah 50 persen.
Tahun ini, Mujica bahkan menjadi sorotan gara-gara dua langkah
kontroversialnya. Pertama, ia tak memveto keputusan kongres yang
melegalkan aborsi hingga usia kehamilan 12 minggu.
Ia juga dikritik karena mendukung legalisasi konsumsi ganja dalam UU,
yang akhirnya memberi kewenangan negara untuk memonopoli
perdagangannya. "Menurutku, konsumsi ganja bukan hal yang paling
mengkhawatirkan. Masalah utama justru pada perdagangan narkotika," kata
Mujica, mengutarakan alasannya.
Pria paro baya berusia 77 tahun itu juga tak terlalu ambil pusing
dengan soal rating popularitasnya yang anjlok, apalagi menurut aturan ia
tak bisa mencalonkan diri kembali pada 2014 mendatang.
Mujica tak khawatir lengser dari jabatannya sebagai presiden, hidup
hanya dari uang pensiun yang diberikan negara. Dan tak seperti kepala
negara lain, ia mungkin tak akan terlalu merasakan efek penurunan
finansial. Hidup nyaman, menghabiskan masa tuanya dalam kesederhanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar