Jumat, 06 Januari 2012

Menggapai Ridha Allah Swt, Dg Berbakti Kpd Kedua Orang Tua

Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allâh Ta'ala melalui orang tua adalah birrul walidain. Birrul walidain merupakan salah satu masalah penting dalam Islam.

Di dalam al Qur`an, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allâh Ta'ala memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya, seperti tersurat dalam surat al Isra` ayat 23-24 :

Dan Rabb-mu telah memerintahkan,
supaya kalian jangan beribadah melainkan hanya kepadaNya,
dan hendaklah kalian berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.
Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya
telah berusia lanjut di sisimu (dalam pemeliharaanmu, Red),
maka janganlah katakan kepada keduanya "ah"
dan janganlah kamu membentak keduanya.
Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih-sayang.
Dan katakanlah: "Wahai Rabb-ku, sayangilah keduanya,
sebagaimana keduanya menyayangiku sewaktu kecil".

(QS al Isra`/17 : 23-24)

Perintah birrul walidain juga tercantum dalam surat an-Nisaa` ayat 36 :
Dan sembahlah Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu,
dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak,
kepada kaum kerabat, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin,
kepada tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahaya.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.

(QS an-Nisaa` : 36)
Dalam surat al Ankabut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir, kalau mereka mengajak kepada kekafiran :
Dan Kami wajibkan kepada manusia (berbuat) kebajikan kepada dua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepadaKu-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
(QS al-'Akabut : 8)

BERBUAT BAIK DAN DURHAKA KEPADA KEDUA ORANGTUA
Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita, dan bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya.
Menurut Ibnu 'Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan syariat), dan harus mengikuti apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan Allâh Ta'ala ).
Sedangkan 'uququl walidain (durhaka kepada orang tua) adalah, gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan berupa perkataan, yaitu mengucapkan "ah" atau "cis", berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah, berlaku kasar, seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak memperdulikan, tidak bersilaturahmi, atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.

KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN PAHALANYA
1. Merupakan amal yang paling utama, sesuai sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam :
Dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata : "Aku bertanya kepada Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, 'Amal-amal apakah yang paling utama?".
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menjawab,"Shalat pada waktunya." (Dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktu).
Aku bertanya lagi : "Kemudian setelah itu apa?"
Nabi menjawab,"Berbakti kepada kedua orang tua."
Aku bertanya lagi,"Kemudian apa?"
Nabi menjawab,"Jihad di jalan Allah."
(HR Bukhari, I/134; Muslim, no. 85; Nasa-i, 1/351, 409, 410, 439)
2. Ridha Allah bergantung kepada ridha orang tua, sesuai sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam :
Dari Abdillah bin Amr bin Ash radhiallâhu'anhu,
bahwasanya Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda :
"Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua, dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua"

(HR Bukhari dalam Adabul Mufrad, no. 2 ; Ibnu Hibban, 2026-Mawarid; Tirmidzi, 1900; Hakim, 4/151-152)

3. Berbakti kepada orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami, yaitu dengan cara bertawasul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah, hadits riwayat Ibnu 'Umar z mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorang bertawasul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
Haditsnya sebagai berikut :
Pada suatu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua. Sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain : "Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan".
Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawasul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata : "Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia, sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing. Ketika pulang ke rumah, aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah, sehingga pulang sudah larut malam, dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang, lalu aku mendatangi keduanya, namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapapun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena Engkau ya Allah, bukakanlah pintu gua ini".
Maka batu yang menutupi pintu gua itupun bergeser sedikit, namun mereka belum bisa keluar ……

(HR Bukhari dalam Fathul Bari, 4/449, no. 2272; Muslim, 2473, 100 dari sahabat Ibnu Umar radhiallâhu'anhu).
4. Akan diluaskan rizki dan dipanjangkan umur kita, sesuai sabda Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam :
Barangsiapa yang ingin diluaskan rizki dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.
(HR Bukhari, no. 5985, 5986; Muslim, 2557; Abu Dawud, 1693, dari sahabat Anas bin Malik radhiallâhu'anhu)
Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering ziarah (berkunjung) kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya.
Sesulit apapun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya, insya Allah akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya.
5. Akan dimasukkan surga (jannah) oleh Allâh Ta'ala .
Dosa-dosa yang Allâh Ta'ala segerakan adzabnya di dunia, di antaranya adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allâh Ta'ala .

BENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA
1. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan ataupun perbuatan yang membuat orang tua sedih atau sakit hati.
2. Berkata "ah" dan tidak memenuhi panggilan orang tua.
3. Membentak atau menghardik orang tua.
4. Bakhil atau kikir, tidak mengurusi orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain daripada mengurusi orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkahpun, dilakukan dengan penuh perhitungan.
5. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, megatakan bodoh, "kolot" dan lain-lain.
6. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan.
Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus berterima kasih.
7. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak, atau mencemarkan nama baik orang tua.
8. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap rokok, dan lain-lain.
9. Lebih mentaati istri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang dengan teganya mengusir ibunya demi menuruti kemauan istrinya. Na'udzubillah.
10. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggalnya ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikapsemacam itu adalah sikapyang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.

BENTUK-BENTUK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
1. Bergaul dengan keduanya dengan cara yang baik
Di dalam hadits Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam disebutkan, bahwa memberi kegembiraan kepada seorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada kedua orang tua kita.
2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut
Hendaknya dibedakan adab berbicara antara kepada kedua orang tua dengan kepada anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara kepada kedua orang tua hendaknya dengan perkataan yang mulia.
3. Tawadhu` (rendah diri)
Tidak boleh kibr (sombong) apabila sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, pakaian oleh orang tua.
4. Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua
Pada hakikatnya semua harta kita adalah milik orang tua. Oleh karena itu, berikanlah harta itu kepada kedua orang tua ketika mereka meminta ataupun tidak.
5. Mendoakan kedua orang tua
……Wahai, Rabb-ku. Kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.
(QS Al Isra' 24)
Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bid'ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan, agar keduanya kembali kepada Tauhid dan Sunnah.
Bagaimanapun, syirik dan bid'ah adalah sebesar-besar kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah-lembut dan kesabaran. Sambil terus berdoa siang dan malam, agar orang tua kita diberi petunjuk ke jalan yang benar.
Apabila kedua orang tua telah meninggal, maka yang pertama kita lakukan adalah meminta ampun kepada Allâh Ta'ala dengan taubat nasuha (benar), bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup. Yang kedua, yaitu menshalatkannya. Ketiga, selalu memintakan ampunan untuk keduanya. Keempat, membayarkan hutang-hutangnya. Kelima, melaksanakan wasiat sesuai dengan syariat. Keenam, menyambung tali silaturahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.
Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita dimudahkan oleh Allâh Ta'ala dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
Semoga salam dan shalawat Allah curahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Akhir dakwah kami,alhamdulillahi Rabbil 'alamin.

Selasa, 03 Januari 2012

Warisan

Pentingnya pembagian warisan untuk orang-orang yang ditinggalkan dengan seadil-adilnya sudah diatur dalam Islam, mencegah terjadinya konflik antar ahli waris dan menghindari perpecahan ukhuwah persaudaraan antar sesama keluiarga yang masih hidup.
1. Pembagian warisan menurut Islam, Allah telah berfirman di jelaskan dalam Al-Quran :
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. SesungguhnyaAllah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (an-Nisa’: 11)
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar utangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (an-Nisa’: 12)
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: ‘Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meningal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (an-Nisa’: 176)
PEMBAGIAN WARIS MENURUT AL-QUR’AN
JUMLAH bagian yang telah ditentukan Al-Qur’an ada enam macam, yaitu setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Kini mari kita kenali pembagiannya secara rinci, siapa saja ahli waris yang termasuk ashhabul furudh dengan bagian yang berhak ia terima.
A. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Setengah
Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan separo dari harta waris peninggalan pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul furudh tersebut ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah. Rinciannya seperti berikut:
1. Seorang suami berhak untuk mendapatkan separo harta warisan, dengan syarat apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak keturunan itu dari suami tersebut ataupun bukan. Dalilnya adalah firman Allah:
“… dan bagi kalian (para suami) mendapat separo dari harta yang ditinggalkan istri-istri kalian, bila mereka (para istri) tidak mempunyai anak …” (an-Nisa’: 12)
2. Anak perempuan (kandung) mendapat bagian separo harta peninggalan pewaris, dengan dua syarat:
1. Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak perempuan tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki, penj.).
2. Apabila anak perempuan itu adalah anak tunggal. Dalilnya adalah firman Allah: “dan apabila ia (anak perempuan) hanya seorang, maka ia mendapat separo harta warisan yang ada”. Bila kedua persyaratan tersebut tidak ada, maka anak perempuan pewaris tidak mendapat bagian setengah.
3. Cucu perempuan keturunan anak laki-laki akan mendapat bagian separo, dengan tiga syarat:
1. Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki (yakni cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki).
2. Apabila hanya seorang (yakni cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki tersebut sebagai cucu tunggal).
3. Apabila pewaris tidak mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
Dalilnya sama saja dengan dalil bagian anak perempuan (sama dengan nomor 2). Sebab cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki sama kedudukannya dengan anak kandung perempuan bila anak kandung perempuan tidak ada. Maka firman-Nya “yushikumullahu fi auladikum”, mencakup anak dan anak laki-laki dari keturunan anak, dan hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama.
4. Saudara kandung perempuan akan mendapat bagian separo harta warisan, dengan tiga syarat:
1. Ia tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.
2. Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan).
3. Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan, baik keturunan laki-laki ataupun keturunan perempuan.
Dalilnya adalah firman Allah berikut:
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: ‘Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaituj: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya …’” (an-Nisa’: 176)
5. Saudara perempuan seayah akan mendapat bagian separo dari harta warisan peninggalan pewaris, dengan empat syarat:
1. Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki.
2. Apabila ia hanya seorang diri.
3. Pewaris tidak mempunyai saudara kandung perempuan.
4. Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakak, dan tidak pula anak, baik anak laki-laki maupun perempuan.
Dalilnya sama dengan Butir 4 (an-Nisa’: 176), dan hal ini telah menjadi kesepakatan ulama.
B. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperempat
Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat (1/4) dari harta peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami dan istri. Rinciannya sebagai berikut:
1. Seorang suami berhak mendapat bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan istrinya dengan satu syarat, yaitu bila sang istri mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-lakinya, baik anak atau cucu tersebut dari darah dagingnya ataupun dari suami lain (sebelumnya). Hal ini berdasarkan firman Allah berikut:
“… Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya É” (an-Nisa’: 12)
2. Seorang istri akan mendapat bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan suaminya dengan satu syarat, yaitu apabila suami tidak mempunyai anak/cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya ataupun dari rahim istri lainnya. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah berikut:
“… Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak …” (an-Nisa’: 12)
Ada satu hal yang patut diketahui oleh kita –khususnya para penuntut ilmu– tentang bagian istri. Yang dimaksud dengan “istri mendapat seperempat” adalah bagi seluruh istri yang dinikahi seorang suami yang meninggal tersebut. Dengan kata lain, sekalipun seorang suami meninggalkan istri lebih dari satu, maka mereka tetap mendapat seperempat harta peninggalan suami mereka. Hal ini berdasarkan firman Allah di atas, yaitu dengan digunakannya kata lahunna (dalam bentuk jamak) yang bermakna ‘mereka perempuan’. Jadi, baik suami meninggalkan seorang istri ataupun empat orang istri, bagian mereka tetap seperempat dari harta peninggalan.
C. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperdelapan
Dari sederetan ashhabul furudh yang berhak memperoleh bagian seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri, baik seorang maupun lebih akan mendapatkan seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim istri yang lain. Dalilnya adalah firman Allah SWT:
“… Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuh, wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu …” (an-Nisa’: 12)
D. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Dua per Tiga
Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga (2/3) dari harta peninggalan pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita:
1. Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.
2. Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
3. Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.
4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.
Ketentuan ini terikat oleh syarat-syarat seperti berikut:
1. Dua anak perempuan (kandung) atau lebih itu tidak mempunyai saudara laki-laki, yakni anak laki-laki dari pewaris. Dalilnya firman Allah berikut:
“… dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan …” (an-Nisa’: 11)
Ada satu hal penting yang mesti kita ketahui agar tidak tersesat dalam memahami hukum yang ada dalam Kitabullah. Makna “fauqa itsnataini” bukanlah ‘anak perempuan lebih dari dua’, melainkan ‘dua anak perempuan atau lebih’, hal ini merupakan kesepakatan para ulama. Mereka bersandar pada hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang mengisahkan vonis Rasulullah terhadap pengaduan istri Sa’ad bin ar-Rabi’ r.a. –sebagaimana diungkapkan dalam bab sebelum ini.
Hadits tersebut sangat jelas dan tegas menunjukkan bahwa makna ayat itsnataini adalah ‘dua anak perempuan atau lebih’. Jadi, orang yang berpendapat bahwa maksud ayat tersebut adalah “anak perempuan lebih dari dua” jelas tidak benar dan menyalahi ijma’ para ulama. Wallahu a’lam.
2. Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki akan mendapatkan bagian dua per tiga (2/3), dengan persyaratan sebagai berikut:
1. Pewaris tidak mempunyai anak kandung, baik laki-laki atau perempuan.
2. Pewaris tidak mempunyai dua orang anak kandung perempuan.
3. Dua cucu putri tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki.
3. Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan persyaratan sebagai berikut:
1. Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki maupun perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakek.
2. Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) itu tidak mempunyai saudara laki-laki sebagai ‘ashabah.
3. Pewaris tidak mempunyai anak perempuan, atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Dalilnya adalah firman Allah:
“… tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal …” (an-Nisa’: 176)
4. Dua saudara perempuan seayah (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan syarat sebagai berikut:
1. Bila pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek.
2. Kedua saudara perempuan seayah itu tidak mempunyai saudara laki-laki seayah.
3. Pewaris tidak mempunyai anak perempuan atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, atau saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan).
Persyaratan yang harus dipenuhi bagi dua saudara perempuan seayah untuk mendapatkan bagian dua per tiga hampir sama dengan persyaratan dua saudara kandung perempuan, hanya di sini (saudara seayah) ditambah dengan keharusan adanya saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan). Dan dalilnya sama, yaitu ijma’ para ulama bahwa ayat “… tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal …” (an-Nisa’: 176) mencakup saudara kandung perempuan dan saudara perempuan seayah. Sedangkan saudara perempuan seibu tidaklah termasuk dalam pengertian ayat tersebut. Wallahu a’lam.
E. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Sepertiga
Adapun ashhabul furudh yang berhak mendapatkan warisan sepertiga bagian hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun perempuan) yang seibu.
Seorang ibu berhak mendapatkan bagian sepertiga dengan syarat:
1. Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki.
2. Pewaris tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih (laki-laki maupun perempuan), baik saudara itu sekandung atau seayah ataupun seibu. Dalilnya adalah firman Allah:
“… dan jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga…” (an-Nisa’: 11)
Juga firman-Nya:
“… jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam…” (an-Nisa’: 11)
Catatan:
Lafazh ikhwatun bila digunakan dalam faraid (ilmu tentang waris) tidak berarti harus bermakna ‘tiga atau lebih’, sebagaimana makna yang masyhur dalam bahasa Arab –sebagai bentuk jamak. Namun, lafazh ini bermakna ‘dua atau lebih’. Sebab dalam bahasa bentuk jamak terkadang digunakan dengan makna ‘dua orang’. Misalnya dalam istilah shalat jamaah, yang berarti sah dilakukan hanya oleh dua orang, satu sebagai imam dan satu lagi sebagai makmum. Dalil lain yang menunjukkan kebenaran hal ini adalah firman Allah berikut:
“Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) É” (at-Tahrim: 4)
Kemudian saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih, akan mendapat bagian sepertiga dengan syarat sebagai berikut:
1. Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki ataupun perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakak.
2. Jumlah saudara yang seibu itu dua orang atau lebih.
Adapun dalilnya adalah firman Allah:
“… Jika seseorang mati baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu …” (an-Nisa’: 12)
Catatan
Yang dimaksud dengan kalimat “walahu akhun au ukhtun” dalam ayat tersebut adalah ‘saudara seibu’. Sebab Allah SWT telah menjelaskan hukum yang berkaitan dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung dalam akhir surat an-Nisa’. Juga menjelaskan hukum yang berkaitan dengan bagian saudara laki-laki dan perempuan seayah dalam ayat yang sama. Karena itu seluruh ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan “akhun au ukhtun” dalam ayat itu adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu.
Selain itu, ada hal lain yang perlu kita tekankan di sini yakni tentang firman “fahum syurakaa ‘u fits tsulutsi” (mereka bersekutu dalam yang sepertiga). Kata bersekutu menunjukkan kebersamaan. Yakni, mereka harus membagi sama di antara saudara laki-laki dan perempuan seibu tanpa membedakan bahwa laki-laki harus memperoleh bagian yang lebih besar daripada perempuan. Kesimpulannya, bagian saudara laki-laki dan perempuan seibu bila telah memenuhi syarat-syarat di atas ialah sepertiga, dan pembagiannya sama rata baik yang laki-laki maupun perempuan. Pembagian mereka berbeda dengan bagian para saudara laki-laki/perempuan kandung dan seayah, yang dalam hal ini bagian saudara laki-laki dua kali lipat bagian saudara perempuan.
Rukun Waris
Rukun waris ada tiga:
1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta peninggalannya.
2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
3. Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah, dan sebagainya.
Jadi Jelas Saudaraku Octora, segala harta yang ditinggalkan almarhum baik berupa uang, tanah, rumah, mobil, motor dan surat-surat berharga, soal uang duka, lebih baiknya jika uang tersebut dipergunakan dahulu untuk keperluan mengurus almarhum, misalnya biaya sewa tanah kubur-nya, biaya kepengurusannya atau biaya tahlil selama berlangsung.
Bila ada pihak yang tidak setuju dengan ketentuan hukum islam, sebaiknya ditanya apa alasannya. Dalam hal warisan orang lebih mengedepankan nasfsu dan keinginannya, untuk itu sebelum ditentukan pembagiannya, sebaiknya ditentukan dulu dasar hukum yang akan dijadikan acuan secara bersama-sama, apakah hukum negara, pembagian rata, atau cara islam.
Perlunya ditunjuk satu badan hukum untuk menengahi pembagian dianggap penting, mengingat harus ada orang yang dapat dipercaya dalam hal pendapat dan nasihat, kalau bisa yang dipilih adalah badan hukum ahli waris yang berbasiskan Islam, untuk menghindari hal-hal yang tidak diingikan jika kita sudah tidak lagi ada di dunia ini, karena keadailan yang paling baik sudah di atur dalam Al-Qur’an nul karim.
Wallahu bisowaab.

Minggu, 01 Januari 2012

9Jenis Anak Syaitan

~9 Jenis Anak Syaitan~

1. Zalituun
Duduk di pasar/kedai supaya
manusia hilang sifat hemat
... cermat.Menggoda supaya
manusia berbelanja lebih dan
membeli barang-barang yang
tidak perlu.
2. Wathiin
Pergi kepada orang yang
mendapat musibah supaya
bersangka buruk terhadap Allah.
3. A'awan
Menghasut sultan/raja/
pemerintah supaya tidak
mendekati rakyat. Seronok
dengan kedudukan/kekayaan
hingga terabai kebajikan rakyat
dan tidak mau mendengar
nasihat para ulama.
4. Haffaf
Berkawan baik dengan kaki botol.
Suka menghampiri orang yang
berada di tempat- tempat
maksiat (cth: disko, klab mlm &
tempat yg ada minuman keras).
5. Murrah
Merusakkan dan melalaikan ahli
dan orang yg suka musik
sehingga lupa kepada Allah.
Mereka ini tenggelam dalam
keseronokan dan glamour etc.
6. Masuud
Duduk di bibir mulut manusia
supaya melahirkan fitnah, gosip,
umpatan dan apa sahaja penyakit
yg mula dari kata- kata mulut.
7. Daasim
Duduk di pintu rumah kita. Jika
tidak memberi salam ketika
masuk ke rumah, Daasim akan
bertindak agar berlaku
keruntuhan rumah tangga (suami
isteri bercerai-berai, suami
bertindak ganas, memukul isteri,
isteri hilang pertimbangan
menuntut cerai, anak-anak didera
dan berbagai bentuk
kemusnahan rumah tangga lagi).
8. Walahaan
Menimbulkan rasa was-was
dalam diri manusia khususnya
ketika berwudhu dan sholat dan
menjejaskan ibadat-ibadat kita
yg lain.
9. Lakhuus Merupakan
sahabat orang Majusi yang
menyembah api/
matahari.

Wanita Lebih Cantik Mamakai Jilbab

Wanita Lebih Cantik Memakai Jilbab

Dalil mengenai wajibnya mengenakan pakaian bahagian atas (khimar/tudung) adalah Firman Allah,

“Hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dada mereka” [QS An-Nur (24):31].
Dan Hadis Rasulullah riwayat dari Bazzar dan At-Termizi menjelaskan,

“Sesungguhnya wanita itu adalah aurat, setiap kali mereka keluar, syaitan akan memperhatikannya.”

Dalil lain yang menunjukkan bahawasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan ialah sabda Rasulullah kepada Asma’ binti Abu Bakar,

“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidh) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” [HR Abu Dawud]

Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab...DIA AKAN TUTUP AURAT
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA AKAN JAGA MARUAH PADA DIRI DIA.
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA CANTIK
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA TAK AKAN TUNJUKAN KECANTIKAN PADA ORANG LAIN
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA ANAK SOLEHAH
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA PATUH PERINTAH ORANG TUA DAN SAUDARI-SAUDARANYA
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA MENGHORMATI ORANG LAIN
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA TAKUT APABILA DIA TAK PAKAI JILBAB ORANG AKAN LIAT DIA CANTIK.DAN ADA NIAT YANG TAK BAIK TERHADAP DIRI DIA
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA INGIN JAUH DARI FITNAH
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA TAK AKAN MENYUSAHKAN ORANG LAIN
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA AKAN DAPAT PAHALA
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA DAPAT MENGHINDARI MAKSIAT
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... SUPAYA DIA DAPAT MENJADI CONTOH PADA PEREMPUAN LAIN
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... SUPAYA LELAKI YANG BERIMAN SAJA YANG SUKA DIA
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA DENGAR SERUAN RASULULLAH
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DAPAT MENGURANGKAN NAFSU LELAKI
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... RAMBUT PEREMPUAN ADALAH MAHKOTABAGINYA.., JADI JANGAN SEWENANGNYA MENUNJUK KEPADA LELAKI..KERANA JIKA DITUNJUKKANNYA DIA AKAN TAK BERNILAI (low class)...(no offence hah..) KERANA MAHKOTA ANDA TELAH DILIHAT OLEH SEMUA LELAKI (kecuali keluarga)
Kenapa perempuan itu cantik kalau pakai jilbab???sebab... DIA TAK AKAN RAMBUTNYA DITARIK, DIGANTUNG DENGAN BARA-BARA API DAN DIBAKAR DENGAN DASYAT DEKAT AKHIRAT KELAK.

Pesan:
Duhai calon penghuni syurga... untukmu yang paling bahagia karena agama dan akhlakmu.. meski tanpa permata, berlian dan emas yang menghiasi melainkan berkat akhlak karimahmu yang selalu engkau jaga menjadikanmu sebagai wanita yang anggun..

Duhai calon yang akan dicemburui oleh para bidadari syurga... bersegeralah untuk memakai jilbab or tudung kepala dengan sempurna karena akan terlihat lebih cantik apabila kamu memakainya. Kalau engkau memakai jilbab or tudung, sesungguhnya Allah teramat suka dan cinta terhadap hamba-Nya yang mahu mengikuti perintah-Nya..

Duhai calon perhiasan dunia-akhirat.. ku ucapkan selamat bagimu yang telah memakai jilbab dan ku do'akan semoga jilbab yang kita kenakan ini dapat melindungimu. Bagi yang belum semoga secepatnya akan mengenakannya karena....

SUNGGUH ENGKAU SANGAT CANTIK DENGAN BERBALUT JILBAB.

Wanit Adalah Aurat..???

“Wanita itu adalah aurat (harus ditutupi), bila ia ia keluar dari rumahnya, maka setan akan mengesankannya begitu cantik (di mata lelaki yang bukan mahramnya).” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)

Orang-orang Arab mengungkapkan fenomena ini dengan berkata:

كُلُّ مَمْنُوعٍ مَرْغُوبٌ

Setiap yang terlarang itu menarik (memikat).

Dahulu, tatkala hubungan antara anda dengannya terlarang dalam agama, maka setan berusaha sekuat tenaga untuk mengaburkan pandangan dan akal sehat anda, sehingga anda hanyut oleh badai asmara. Karena anda hanyut dalam badai asmara haram, maka mata anda menjadi buta dan telinga anda menjadi tuli, sehingga andapun bersemboyan: Cinta itu buta. Dalam pepatah arab dinyatakan:

حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمِي وَيُصِمُّ

Cintamu kepada sesuatu, menjadikanmu buta dan tuli.

Akan tetapi setelah hubungan antara anda berdua telah halal, maka spontan setan menyibak tabirnya, dan berbalik arah. Setan tidak lagi membentangkan tabir di mata anda, setan malah berusaha membendung badai asmara yang telah menggelora dalam jiwa anda. Saat itulah, anda mulai menemukan jati diri pasangan anda seperti apa adanya. Saat itu anda mulai menyadari bahwa hubungan dengan pasangan anda tidak hanya sebatas urusan paras wajah, kedudukan sosial, harta benda. Anda mulai menyadari bahwa hubungan suami-istri ternyata lebih luas dari sekedar paras wajah atau kedudukan dan harta kekayaan. Terlebih lagi, setan telah berbalik arah, dan berusaha sekuat tenaga untuk memisahkan antara anda berdua dengan perceraian:

فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ. البقرة 102

“Maka mereka mempelajari dari Harut dan Marut (nama dua setan) itu apa yang dengannya mereka dapat menceraikan (memisahkan) antara seorang (suami) dari istrinya.” (Qs. Al Baqarah: 102)

Mungkin anda bertanya, lalu bagaimana saya harus bersikap?

Bersikaplah sewajarnya dan senantiasa gunakan nalar sehat dan hati nurani anda. Dengan demikian, tabir asmara tidak menjadikan pandangan anda kabur dan anda tidak mudah hanyut oleh bualan dusta dan janji-janji palsu.

Mungkin anda kembali bertanya: Bila demikian adanya, siapakah yang sebenarnya layak untuk mendapatkan cinta suci saya? Kepada siapakah saya harus menambatkan tali cinta saya?

Simaklah jawabannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. متفق عليه

“Biasanya, seorang wanita itu dinikahi karena empat alasan: karena harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya dan karena agamanya. Hendaknya engkau menikahi wanita yang taat beragama, niscaya engkau akan bahagia dan beruntung.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dan pada hadits lain beliau bersabda:

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. رواه الترمذي وغيره.

“Bila ada seorang yang agama dan akhlaqnya telah engkau sukai, datang kepadamu melamar, maka terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi.” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)

Cinta yang tumbuh karena iman, amal sholeh, dan akhlaq yang mulia, akan senantiasa bersemi. Tidak akan lekang karena sinar matahari, dan tidak pula luntur karena hujan, dan tidak akan putus walaupun ajal telah menjemput.

الأَخِلاَّء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ. الزخرف 67

“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. Az Zukhruf: 67)

Saudaraku! Cintailah kekasihmu karena iman, amal sholeh serta akhlaqnya, agar cintamu abadi. Tidakkah anda mendambakan cinta yang senantiasa menghiasi dirimu walaupun anda telah masuk ke dalam alam kubur dan kelak dibangkitkan di hari kiamat? Tidakkah anda mengharapkan agar kekasihmu senantiasa setia dan mencintaimu walaupun engkau telah tua renta dan bahkan telah menghuni liang lahat?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه

“Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran api.” (Muttafaqun ‘alaih)

Saudaraku! hanya cinta yang bersemi karena iman dan akhlaq yang mulialah yang suci dan sejati. Cinta ini akan abadi, tak lekang diterpa angin atau sinar matahari, dan tidak pula luntur karena guyuran air hujan.

Yahya bin Mu’az berkata: “Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.” Yang demikian itu karena cinta anda tumbuh bersemi karena adanya iman, amal sholeh dan akhlaq mulia, sehingga bila iman orang yang anda cintai tidak bertambah, maka cinta andapun tidak akan bertambah. Dan sebaliknya, bila iman orang yang anda cintai berkurang, maka cinta andapun turut berkurang. Anda cinta kepadanya bukan karena materi, pangkat kedudukan atau wajah yang rupawan, akan tetapi karena ia beriman dan berakhlaq mulia. Inilah cinta suci yang abadi saudaraku.

Fadhilah Shalawat

FADHILAT SELAWAT

Rasulullah s.a.w. telah bersabda bahawa, "Malaikat Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail A.S. telah berkata kepadaku, Berkata Jibril a.s. "Wahai Rasulullah, barang siapa yang membaca selawat ke atasmu tiap-tiap hari sebanyak sepuluh kali, maka akan saya bimbing tangannya dan akan saya bawa dia melintasi titian siratul mustaqim seperti kilat menyambar".

Berkata pula Mikail a.s. "Mer...eka yang berselawat kepadamu akan aku beri mereka itu minum dari telagamu".

Berkata pula Israfil a.s. "Mereka yang berselawat kepadamu akan aku sujud kepada Allah s.w.t. dan aku tidak akan mengangkat kepala ku sehingga Allah s.w.t. mengampuni orang itu".

Malaikat Izrail a.s. pula berkata, "Bagi mereka yang berselawat kepadamu akan aku cabut roh mereka itu dengan selembut-lembutnya seperti aku mencabut roh para-para nabi".

Abdullah bin ‘Amr bin Al-’As RA berkata, aku mendengar Rasulullah s.a.w bersabda, “Sesiapa yang berselawat atas namaku, Allah s.w.t akan berselawat 10 kali ke atasnya, menghapuskan 10 dosanya dan meningkatkan 10 derajatnya disisi Allah”.
(HR: Muslim)

اللهم صلى على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم
وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد
Ya Allah, berikanlah limpah rahmatMu kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan rahmatMu kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim
Dan berikanlah limpah keberkatanMu kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan berkatMu kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, di alam semesta ini, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji Lagi Maha Mulia.
Amin Ya Robbal Alamin...

Sholat Khusyu Wal Khudhu

SHOLAT KHUSYU WAL KHUDHU'

Secara etimologi (bahasa), al-khusyu’ memiliki makna al-khudhû’ (tunduk). Seseorang dikatakan telah mengkhusyu’kan matanya jika dia telah menundukkan pandangan matanya. Secara terminologi (istilah syar’i) al-khusyu’ adalah seseorang melaksanakan shalat dan merasakan kehadiran Alloh Subhannahu wa Ta’ala yang amat dekat kepadanya, sehingga hati dan jiwanya merasa tenang dan tentram, tidak melakukan gerakan sia-sia dan tidak menoleh. Dia betul-betul menjaga adab dan sopan santun di hadapan Alloh Subhannahu wa Ta’ala. Segala gerakan dan ucapannya dia konsentrasikan mulai dari awal shalat hingga shalatnya berakhir.

Berikut firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala tentang sholat yang khusyu’, yang artinya: “Yaitu orang-orang yang khusyu’ didalam sholatnya” (QS: Al-Mu’minun:2). Ayat tersebut ditafsirkan oleh Ibnu Abbâs Radhiallaahu anhu bahwa: “Orang-orang yang khusyu’ adalah orang-orang yang takut lagi penuh ketenangan”. Dan Ali Bin Abi Thalib berkata bahwa ”Yang dimaksud dengan khusyu’ dalam ayat ini adalah kekhusyu’an hati”.

Kiat-kiat yang dilakukan sebelum melaksanakan shalat.
Sebelum memulai ibadah shalat maka perhatikanlah kiat-kiat berikut ini:

Menjawab seruan adzan dengan lafazh sebagaimana yang dikumandang kan oleh muadzin kecuali lafazh: “hayya ‘alash shalah dan hayya ‘alal falâh” maka jawabannya adalah “lâ haula walâ quwwata illa billâh” sebagaimana perintah Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam dalam sabdanya, yang artinya: “Apabila kalian mendengar muadzin (mengumandangkan azan) maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya….” (HR: al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya).

Lalu berdo’a selesai adzan dengan do’a yang diajarkan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam seperti Allahumma Rabba hadzihid da’watit taammah…dst.

Kemudian berdo’a sesuai dengan keinginan masing-masing, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam, yang artinya: ”Do’a antara adzan dan iqomah tidak tertolak” (HR: Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah dan lainnya)

Berwudhu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam. Melakukan wudhu berarti telah merealisasikan perintah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, yang terdapat dalam firman-Nya, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu, basuhlah tanganmu hingga siku, dan usaplah (sapulah) kepalamu, serta basuhlah kakimu hingga kedua mata kakimu…” (QS: Al-Maidah: 6)

Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda tentang keutamaan wudhu, yang artinya: “Barangsiapa yang berwudhu’, lalu berwudhu’ dengan sebaik-baiknya, kemudian dia shalat, niscaya dosa antara sholatnya itu dan sholatnya yang lain (berikutnya) diampuni.” (HR: Ibnu Khuzaimah dan Imam Ahmad)

Dan bahkan orang yang berwudhu` itu berarti dia telah menggugurkan dosa-dosanya bersamaan dengan air yang mengalir dari anggota wudhu` yang telah dibasuh. (HR: Ibnu Khuzaimah dan Muslim)

Bersiwak (atau menggosok gigi) sebelum shalat sebagaimana perintah Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam dalam sebuah haditsnya, yang artinya: “Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu’ (dalam riwayat yang lain) setiap kali hendak sholat” (HR: Muttafaq ‘Alaih)

Memakai pakaian yang sopan (layak), bersih dan wangi, serta menjauhi semaksimal mungkin pakaian yang sudah kotor, bau dan tidak layak untuk dipakai dalam shalat. Menghindari pakaian yang ketat sehingga menyebabkan kesulitan untuk bergerak dan bernafas, janganlah memakai pakaian bergambar atau bertulisan agar mata kita terjaga dan juga agar orang lain tidak terganggu, lalu perhatikan juga pakaian yang membungkus tubuh kita, apakah sudah memenuhi syarat? Apakah sudah benar-benar menutupi aurat? Semua hal ini sebagai bentuk realisasi dari firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Wahai manusia pakailah pakaianmu yang indah setiap kali memasuki masjid” (QS:Al-’Araf: 31)

Jagalah konsetrasi dalam melaksanakan shalat dengan cara menghindari tempat dan suasana yang panas atau gerah, sebagaimana larangan Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam untuk tidak shalat Dzuhur pada saat panas sangat menyengat. Beliau Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Laksanakanlah sholat Dzuhur pada waktu panas sudah mereda, karena panas yang sangat menyengat itu adalah hawa panas yang berasal dari neraka jahannam” ( HR: al-Bukhari, Ahmad dll).

Dan jagalah konsentrasi shalat kita dengan memenuhi segala kebutuhan jasmani kita yang mendesak, seperti; kalau seandainya sebelum shalat perut kita terasa mulas, ingin buang air maka janganlah ditahan-tahan, sebab kalau kita shalat sambil menahan perut kita yang mulas pasti konsetrasi shalat kita terganggu.

Demikian juga apabila kita merasa lapar sebelum melaksanakan shalat maka bersegeralah untuk makan untuk memenuhi hajat perut kita tersebut agar rasa lapar itu tidak membuyarkan konsetrasi kita ketika sedang shalat, dan mengenai dua permasalahan diatas Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Tiada sholat ketika makanan sudah terhidang dan tiada sholat ketika seseorang menahan hajat buang airnya” (HR: Muslim, Ahmad dan lain-lain).

Carilah tempat shalat yang tenang, yang jauh dari kebisingan, yang jauh dari suara-suara berisik dan suara-suara gaduh, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Jauhilah suara-suara berisik seperti di pasar (ketika berada di masjid)” (HR: Muslim)

Oleh karena itu siapa saja yang berada di masjid hendaklah menjaga ketenangan dan ketentraman masjid, apabila kita berdzikir maka lirihkanlah suara dzikir kita, dan apabila kita membaca al-Qur’an maka lirihkanlah suara bacaan Al-Qur’an kita. Jangan sampai suara kita membuyarkan konsentrasi saudara-saudara kita yang sedang bermunajat kepada Alloh Subhannahu wa Ta’ala, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya orang yang shalat sedang bermunajat kepada Rabnya, maka perhatikanlah saudaramu yang sedang bermunajat itu, Janganlah keraskan bacaan Qur’an kalian!” (HR: al-Bukhari dan Imam Malik)

Luangkanlah waktu untuk menunggu datangnya waktu shalat. Meluangkan waktu menunggu datang nya waktu shalat bisa dilakukan di dalam masjid terutama bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita maka lebih utama di rumah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan keutamaan dan fadhilah yang sangat banyak bagi orang yang menunggu waktu shalat, Sebagaimana Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Senantiasa dihitung perbuatan seorang hamba itu sebagai pahala sholat selama ia menunggu datangnya waktu sholat, dan para malaikat (senantiasa) berdo’a untuknya, “Ya Alloh ampunilah dia dan rahmatilah dia,” sampai seorang hamba itu selesai (melaksanakan sholat) atau ia berhadats, (ada yang bertanya); apa yang dimaksud dengan hadats, (kata Rasululloh); keluar angin dari lubang dubur baik bau maupun tidak” (HR: Muslim dan Abu Daud)

Dalam hadits yang lain beliau Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Maukah aku beritahukan tentang beberapa hal, yang mana Alloh akan menjadikannya sebagai pelebur dosa dan pengangkat derajat kalian? Para shahabat menjawab, “Tentu mau ya Rasululloh,” lalu Rasululloh bersabda, yang artinya: “Sempurnakan wudhu’ walau dalam keadaan tidak menyenangkan (spt; dingin), perbanyak langkah menuju masjid, menunggu sholat setelah melaksanakan sholat, maka yang demikian itu adalah ar-ribath, yang demikian itu ar-ribath.” (HR: Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Muslim)

Ar-ribath adalah senantiasa menjaga kesucian, shalat dan ibadah maka pahalanya diumpamakan seperti jihad di jalan Alloh Subhannahu wa Ta’ala.

Demikianlah kiat-kiat yang perlu kita perhatikan sebelum melak sanakan shalat. Dengan merealisasikan itu semua mudah-mudahan shalat kita menjadi shalat yang khusyu’ dan diterima disisi Alloh Subhannahu wa Ta’ala.

Keutamaan Shalot yang Khusyu’
Sesungguhnya Alloh Subhannahu wa Ta’ala telah memuji orang yang khusyu’ pada banyak ayat dalam al-Qur’an, di antara nya adalah:

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya telah beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ didalam sholatnya”. (QS: Al-Mu’minun: 1-2)

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan mintalah pertolongan (kepada Alloh) dengan sabar dan sholat, karena sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”. (QS. al-Baqarah: 45)

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala pada ayat yang lain, yang artinya: “Mereka yang berdo’a kepada Kami dengan penuh harapan dan rasa takut (cemas), dan mareka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami”. (QS: Al-Anbiya’: 90)

Alloh Subhannahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Mereka menyungkurkan mukanya dalam keadaan menangis dan kekhusyu’an mereka semakin bertambah” (QS: Al-Isra’: 109)

Alloh Subhannahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih, Apabila dibacakan ayat-ayat Alloh Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS: Maryam: 58)

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Rabbnya Yang tidak tampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS: Al-Mulk: 12)

Demikian juga beberapa hadits Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam yang menjelaskan tentang keutamaan khusyu’ berikut ini:

Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Tujuh golongan yang mendapat naungan Alloh pada suatu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Alloh; …(dan disebutkan di antaranya) seseorang yang berdzikir (ingat) kepada Allah dalam kesendirian (kesunyian) kemudian air matanya mengalir.” (HR: Al-Bukhari, Muslim dan lain-lainya)

Nabi Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa yang mengingat Alloh kemudian dia menangis sehingga air matanya mengalir jatuh ke bumi niscaya dia tidak akan diazab pada hari Kiamat kelak.” (HR. al-Hakim dan dia berkata sanadnya shahih)

Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Nabi Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Semua mata (manusia) pada hari Kiamat akan menangis kecuali (ada beberapa orang yang tidak menangis) (pertama) mata yang terjaga dari hal-hal yang diharamkan Allah, (kedua) mata yang dipergunakan untuk berjaga-jaga (pada malam hari) di jalan Allah, (ketiga) mata yang menangis karena takut pada Allah walau (air mata yang keluar itu) hanya sekecil kepala seekor lalat” (HR: Ashbahâny)

Dari Bahaz Bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya semoga Alloh meridhai mereka, kakeknya berkata, “Saya mendengar Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Diharamkan neraka membakar tiga golongan manusia yang disebabkan matanya, (pertama) mata yang menangis karena takut pada Allah, (kedua) mata yang dipergunakan untuk berjaga-jaga (begadang) di jalan Alloh, (ketiga) mata yang terpelihara dari hal-hal yang diharamkan Alloh.” (HR: At-Thabrani, Al-Baghawi dan yang lainnya, al-Hakim mengatakan hadits ini shahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi) Wallahu a’lam bish shawab.

(Sumber Rujukan: Taisîr Karimir Rahman, Asy-Syaikh Abdur Rahman Bin Nâshir As-Sa’dy; Tafsir Ibnu Katsir,)

Dosa-Dosa Lidah

^^ DOSA-DOSA LIDAH ^^

1. Rasulullah Saw. bersabda,"apabila ssorg mengatakan sswt perkataan bohong, maka malaikat rahmat pergi sejauh atu mil (dr sipembohong) disebabkan oleh bau busuk yg berasal dr mulutnya." (Misykat)
2. Rasulullah Saw. melarang memanggil seorg anak dg janji palsu. Mislkan: "Kemari, ambillah ini!". Padahal tidak ada sswt ditangan anda. itu sama dg kebohongan. Rasulullah Saw. brsabda," melakukan hal demikian akan ttp dicatat dlm buku amal kita".
3. Rasulullah Saw. bersabda," Org yg tidak benar menyatakan kepemilikan dr sswt yg bukan miliknya, adalah bagai ssorg yg memakai 2 pakaian." ( Misykat)
4. Rasulullah melarang kita dr sikap kasar n menghina. Bbrp org Yahudi meminta izin utk bertemu dg Rasulullah Saw. n memberi salam kpd beliau dg kata2, "Asysyammu 'alaikum', bukan "Assalamu'alaikum". Arti dr kata2 org Yahudi tsb adalah 'kematian atasmu', sdg salam tradisi dlm islam artinya ' keselamatan atasmu'. Aisyah r.ha. mendengar hal ini dg segera menjwb, "bagimu kematian n kutukan". Rasulullah Saw. menghentikannya n berkata bahwa adalah cukup dg berkata "dan bagimu juga"
5. Rasulullah Saw. melarang kita saling mengutuk n melarang wanita2 bersikap tdk berterima kasih terhadap swami mereka.
6. Rasulullah Saw. bersabda, " barangsiapa mengutuk org lain. Apabila kutukan itu tdj sesuai dg org itu, maka kutukan itu akan jatuh kpd org yg mengutuk". (Hr. Tirmidzi)
7. Rasulullah Saw. bersabda," Barangsiapa yg mengutuk tidak kakn diberi izin untuk memohon pengampunan pada hari kiamat." (Hr. Muslim)
8. Rasulullah Saw. melarng kita menyumpahi org lain." (Hr. Muslim)
9. Rasulullah Saw. bersabda," Dosa dr 2 org yg saling menyumpah adalah atas org yg memulai sumpah menyumpah, sepanjang org yg kedua tdk melebihi org yg pertama". (Misykat)
10. Rasulullah Saw. bersabda,"diantara dosa2 besar adalah menyumpahi orang tua sendiri". (Hr. Muslim)
11. Al-Qur'an melarang kita dari menyumpahi, bahkan terhadap berhala2 kaum musyrik sekalipun
12. Rasulullah Saw. melarang menyumpahi org yg sdh meninggal dunia. Karena hal itu menyebabkan kerugian bagi yg masih hidup". (Hr Tirmidzi)
13. Rasulullah Saw. bersabda'" brgsiapa mengatakan org lain kafir atau musuh Allah atau pendosa, padahal tuduhan (penghinaan) itu tdk sesuai dg org tsb, maka perkataan (penghinaan) itu akan berlaku pd dirinya." (Misykat)
14. Rasulullah Saw. bersabda," org yg menyebabkan perselisihan (menciptakan pertengkarn) diantara manusia dg membawa berita2, maka ia adalah hamba Allah yg terkutuk."
15. Rasulullah Saw. bersabda,"tidak akan memasuki syurga org yg suka mengadu-adu (membawa berita yg menyakitkan hati)." (Hr. Muttafaq 'alaih)
16. Ghibah, yaitu membicarakan keburukan org lain dibelakangnya adalah bagaikan memakan bangkai saudaranya sendiri. (Al-Qur'an)
17. Rasulullah Saw. bersabda," Ghibah lebih buruk dr pada perzinahan." (MIsykat)
18. Kita haru menghindari diri kita sendriri dr :
a. meniri-nirukan kesalahan orglain
b. menunjuk kesalahan org lain
c. menulis kesalahan org lain
karena semua itu sama dg ghibah
19. Rasulullah Saw. bersabda," Allah Swt. akan menolong didunia n diakhirat org yg membela org yg dibicarakan keburukannya." (Misykat)
20. Rasulullah Saw. bersabda," Allah Swt. akn mempersulit didunia n diakhirat org yg tidak mau membela ssorg yg sdng dibicarakan keburukannya, padahal ia mempunyai kesanggupan utk itu." (Misykat)
21. Allah Swt. akan membebaskan dari Jahanam, org yg membela org yg dibicarakan keburukannya. (Misykat)
22. Mendengarkan ghibah adalah haram
23. Org yg suka mmbucarakan keburukan orglain, diakherat kelak ia akan mengupas kulit n daging serta dadanya sendiri dg kuku n tembaga. (Misylat)
24. Adalah penting utk meminta maaf kpd ssorg yg pernah kt bicarakan keburukannya atau bahkan kita mendengar org lain membicarakannya keburukannya.
25. Rasulullah Saw. melarang kita menuduh org lain secara tidak benar. (Misykat)
26. Kita dilarang mmperhatikan kekurangan pd tinggi badan ssorg atau penampilan fisiknya atau cara berbicaranya, walaupun kekurangan pada org itu tampak. Aisya r.ah. menceritakan bahwa ia berkata kpd Rasulullah Saw. mengenai safiyyah r.ah. bahwa tubuhnya sgt pendek. Rasulullah Saw. menegurnya n berkata, "Jika apa yg telah engkau katakan tadi dicampur dg air dilautan, maka hal itu dapat merusak seluruhair lautan itu." (Hr. Abu Dawud)
27. Rasulullah Saw. melarang kita memuji ssorg dihadapan orang itu. (Misykat)
28. Rasulullah Saw. bersabda, " JIka ssorg memuji org lain, maka ia harus menambahkan (setelah pujian itu) bahwa hanya Allah swt. yg mengetahui keadaan sesungguhnya dan hanya Allah yg akan menghisabnya dihari Qiamat." (Misykat)
29. Rasulullah Saw. bersabda," Apabila org kafir atau pendosa dipuji, maka Allah Swt. murka." (Misykat)
30. Rasulullah Saw. bersabda,"bahwa sumpah palsu itu adalah dosa besar". (Misykat)
31. Rasulullah Saw. bersabda"Barg siapa bersumpah demi Allah n kemudian didlm pembicaraannya menyertakan ketidak benaran walaupun sebesar sayap nyamuk, maka sumpah itu akan menjadi titik hitam dihatinya yg akan tinggal hingga hari Qiamat," (Hr. Tirmidzi)
32. Rasulullah Saw. besabda, " barang siapa mengambail harta saudaranya dg jalan sumpah palsu, maka sama saja ia membuat tempat tinggal didalam neraka." (At-Targhib)
33. Rasulullah Saw. bersabda, "Bersumpah palsu adalah bagaikan menyekutukan Allah Swt."> (Misykat)
~ adalah haram bersumpah demi sesuatu selain Allah
34. Rasulullah Saw. telah melarang sajak n nyanyian yg dapat membangkitkan gairah n hawa nafsu birahi n yg didalamnya ada kata-kata dari orang kafir atau diiringi dengan musik.
~ Rasulullah Saw. bersabda, "Barang siapa yg diam, dialah yg selamat,"
~ Rasulullah Saw. bersabda, "Barang siapa beriman pada Allah n hari akhirat, maka hendaknya ia berkata benar atau diam."
~ Rasulullah Saw. bersabda, "Tidak ada perkataan yg bermanfaat bagi manusia kecuali ucapan yg mengajak manusia kepada kebenaran, mencegah dari keburukan, n berdzikir."

"Semoga menjadikan rasa malu dalam diri kita pada Allah n takut akan dosa2 lidah kita n mulai menjaga lidah kita dr perkataan yg sia-sia. aamiin". —